Majesticva merupakan sebuah blog yang menyediakan berbagai informasi dan tips yang sangat bermanfaat bagi anda yang mencari informasi

Minggu, 01 Oktober 2017

Pemanfaatan Burung Hantu Oleh RGE Untuk Membasmi Hama

Tidak ada komentar :
Hasrat untuk meningkatkan produksi sering membutakan mata perusahaan terhadap kelestarian lingkungan. Namun, itu tidak terjadi di tubuh Royal Golden Eagle (RGE). Keseimbangan alam terus menjadi perhatian serius dalam perusahaan yang awalnya bernama Raja Garuda Mas ini. Salah satu buktinya adalah pemanfaatan burung hantu dalam membasmi hama kelapa sawit.

Pemanfaatan Burung Hantu Oleh RGE Untuk Membasmi Hama
Source: Inside RGE

RGE merupakan korporasi yang memanfaatkan sumber daya alam untuk menghasilkan produk dengan nilai tinggi. Ada beragam bidang industri yang digeluti oleh mereka. Salah satunya kelapa sawit. Dalam bidang ini, Royal Golden Eagle memiliki anak perusahaan Asian Agri.

Perusahaan ini dikenal sebagai salah satu pemain besar dalam industri kelapa sawit di Asia. Asian Agri diketahui memiliki kemampuan menghasilkan minyak kelapa sawit sebanyak satu juta ton per tahun.

Hal itu tak lepas dari luas perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh anak perusahaan Royal Golden Eagle tersebut. Tercatat, Asian Agri mengelola kebun kelapa sawit seluas 160 ribu hektare. Dari jumlah itu, sekitar 60 ribu hektare dijalankan dalam sistem kemitraan petani plasma.

Bukan hanya itu, Asian Agri juga bekerja sama dengan para petani independen. Total ada 30 ribu petani yang mendapatkan manfaat dari kemitraan dengan unit bisnis RGE tersebut.

Namun, seperti usaha perkebunan lain, pengelolaan tanaman sangat krusial. Pasalnya, dari tanaman inilah dihasilkan bahan baku untuk produksi. Maka, kalau hasil kebun buruk, dengan sendirinya proses produksi ikut terganggu.

Bagi Asian Agri, perkebunan kelapa sawit amat sentral bagi kelangsungan perusahaan. Mereka wajib menjaga agar kelapa sawit terus berbuah dengan berlimpah.

Akan tetapi, ini bukan perkara mudah. Selain penyakit, keberadaan hama amat mengganggu. Salah satunya adalah tikus. Binatang pengerat ini ternyata menghadirkan mimpi buruk bagi para petani kelapa sawit.

Menurut pemaparan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, tikus mampu merusak sebagian besar bagian pohon kelapa sawit. Mereka memangsa pelepah sampai titik tumbuh pada tanaman muda serta bunga dan buah pada tanaman kelapa sawit yang menghasilkan.

Ada empat jenis tikus yang biasa menjadi hama kelapa sawit. Spesies itu adalah tikus belukar (Rattus tiomanicus), tikus ladang (Rattus exulans), tikus sawah (Rattus argentiventer), dan tikus rumah (Rattus rattus diardii).

Jangan ditanya efek keberadaan mereka bagi perkebunan kelapa sawit. Dampaknya sangat merugikan. Bayangkan saja, seekor tikus belukar dapat menghabiskan sekitar enam sampai 14 gram daging buah kelapa sawit per hari. Ia juga sanggup membawa brondolan (buah lepas matang, Red.) ke dalam tumpukan pelepah sebanyak 30 sampai 40 kali lipat dari konsumsinya.

Bagi perkebunan, keberadaan tikus jelas merugikan. Jika populasi tikus dalam satu hektare berkisar antara 183–537 ekor, maka dapat ditaksir menyebabkan kehilangan minyak sawit mentah minimal antara 828–962 kg/ha/tahun. Itu tidak termasuk brondolan.

Belum lagi tandan buah yang luka akibat keratan tikus dapat memacu peningkatan asam lemak bebas pada minyak sawit. Bahkan, di daerah pengembangan perkebunan kelapa sawit baru, gigitan tikus dapat menimbulkan kematian tanaman muda hingga mencapai 20–30%.

Atas dasar ini, tikus selalu dibasmi oleh para petani kelapa sawit. Biasanya penggunaan racun tikus dilakukan. Namun, upaya ini tidak efektif. Tikus cepat belajar untuk menghindari racun. Selain itu, bangkainya amat berbau dan racun tikus dapat mencemari lingkungan.

Royal Golden Eagle sejatinya menghadapi masalah serupa dengan para petani kelapa sawit lain. Mereka bisa saja menggunakan pestisida untuk membasmi hama tikus. Namun, karena sangat peduli terhadap kelestarian alam, grup yang dulu bernama Raja Garuda Mas ini memilih melakukan pembasmian hama secara alami.

MEMANFAATKAN PREDATOR ALAMI

RGE

Source: Inside RGE

Berpegang pada prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT), Royal Golden Eagle memanfaatkan burung hantu untuk mengendalikan populasi tikus. Perlu diketahui, spesies yang bernama latin Tyto alba ini merupakan predator alami tikus. Sehari-hari, mereka menyantap tikus yang menjadi makanannya.

Untuk melakukannya, Asian Agri tidak memelihara burung hantu dalam sangkar. Mereka justru menarik kehadiran burung hantu dengan cara membuatkan kandang di sekitar perkebunan kelapa sawit.

Sebuah kandang yang lengkap dengan atap dibuat di atas sebuah tiang setinggi sekitar empat meter. Kandang itu dibiarkan terbuka. Burung hantu akan dengan sendirinya mendatangi dan menjadikannya sebagai sarang untuk berkembang biak.

Asian Agri mulai melakukan metode PHT ini pada 2013. Hasilnya sangat efektif. Populasi tikus berhasil ditekan sehingga hasil perkebunan tetap optimal.

"Sebagai predator alami, burung hantu adalah pemburu tikus paling andal. Dalam waktu satu malam, satu ekor burung hantu dapat memangsa empat ekor tikus," kata Marpituah Saragih, Group Manager Kebun Buatan Asian Agri.

Melihat keberhasilan yang diraih, Asian Agri akhirnya terus mengoptimalkan burung hantu untuk membasmi tikus. Akhirnya dipastikan ada seekor burung hantu untuk setiap 25 hektare perkebunan.

Mengapa seperti itu? Burung hantu sangat teritorial. Ini diartikan mereka memiliki area wilayah perburuan masing-masing. Diperkirakan jangkauannya mencapai 25 hektare sehingga pembagian kawasan perlu dilakukan.

Selain itu, burung hantu tidak memiliki koloni yang besar. Ketika anak-anaknya sudah besar, mereka akan dipaksa untuk meninggalkan sarangnya. Ini yang menjadi perhatian bagi RGE. Mereka mendistribusikan burung hantu muda ke wilayah perkebunan yang membutuhkan.

Kebetulan, berkat sarang-sarang yang disediakan, populasi burung hantu meningkat. Mereka berkembang biak di sarang yang disediakan oleh RGE. Di lain pihak, tim dari Royal Golden Eagle juga memantau kondisi perkembangan burung hantu tersebut.

Awalnya, penggunaan burung hantu hanya ada di perkebunan yang dikelola Asian Agri. Namun, karena sukses, anak perusahaan RGE ini menularkan trik tersebut ke para petani plasma. Salah satunya ke para petani yang tergabung di di KUD Subur Makmur, yang terletak di Desa Tidar Kuranji, Maro Sebo Ilir, Batang Hari, Jambi.

Berkat upaya tersebut, perkebunan kelapa sawit milik petani KUD Subur Makmur semakin menjalankan prinsip berkelanjutan. Mereka tidak lagi menggunakan bahan kimia dalam membasmi hama tikus.

"Penggunaan burung hantu di perkebunan ini sudah tiga tahun. Kami sudah tidak pakai klerat (sejenis pestisida, Red.) sejak lama," kata Ketua KUD Subur Makmur, Rosul, seperti dikutip dari Kompas.com.

Hasil yang diperoleh para petani akhirnya meningkat. Sebagai indikator adalah premium sharing yang dibagikan kepada mereka ikut bertambah. Kompas menyebutkan premium sharing yang dibagikan kepada petani plasma di KUD Subur Makmur pada tahun 2015 mencapai sebesar Rp 330 juta. Angka ini melonjak dibandingkan tahun 2014 yang sebesar Rp 245 juta dan 2013 yang senilai Rp 220 juta.

Pilihan Asian Agri dalam memanfaatkan predator alami tikus, burung hantu, terbukti tepat. Mereka berhasil menjaga hasil perkebunan tetap aman. Namun, lebih penting dari itu, anak perusahaan RGE ini juga bisa melindungi alam.

"Ranah bisnis Asian Agri tidak terlepas dari interaksi kami dengan alam. Di tanah inilah tertanam benih-benih sawit terbaik kami yang lalu tumbuh subur dan memberikan manfaat bagi banyak orang. Karena itu kami harus terus berkomitmen untuk bertanggung jawab menjaga alam agar tetap berada pada kondisi terbaiknya," kata Freddy Widjaya, Direktur PT Asian Agri, menyebutkan prinsip kerja dalam Royal Golden Eagle.



Comments
0 Comments

Tidak ada komentar :

Posting Komentar